Punguanparna terdiri dari sekitar 66 marga, jadi ada 66 marga yang dianggap sama dan tidak boleh saling menikah. Oleh karna itu, sebelum memulai hubungan yang serius, bahkan saat mulai berkenalan, ada baiknya saling mempernalkan marga/ boru apa, dan kalo perlu bertanya pada orang tua kita, jangan-jangan kita kita marito dengannya, hehe
MEDAN – Karo merupakan salah satu suku yang ada di Sumatera Utara Sumut. Karo juga merupakan salah satu kabupaten yang ada di Sumut yang terletak di dataran tinggi. Kabupaten Karo ini memiliki keindahan alam dengan nuansa pegunungan dengan udara yang sejuk dan memproduksi buah dan sayur yang segar. Sebagian besar penduduk asli dari Kabupaten Karo adalah Suku Karo atau Batak Karo yang tersebar di semua kecamatan di Karo. Baca juga SOSOK Averiana Barus, Pebisnis Fashion Etnik Karo, Memilih Jalan Hidup yang Menantang Suku ini juga menggunakan bahasa yang disebut Bahasa Karo dalam berkomunikasi sehari-hari selain Bahasa Indonesia. Suku Karo yang mempunyai lima marga merga yang sering disebut dengan “Merga Silima atau marga yang lima”. Kelima marga tersebut terbagi menjadi 82 cabang marga, dengan jumlah sub marga yang bervariasi antara 13 hingga 18. Dalam Adat Batak ini, suku yang membawa marga adalah pihak laki-laki dan orang yang memiliki marga sama tidak disenangi bila menikah. Hal ini dikarenakan yang semarga dianggap saudara sedarah atau kekerabatan paling dekat sehingga dilarang untuk menikah. Apabila terjadi pernikahan sama saja seperti menikah dengan saudara kandung sendiri. Baca juga Lirik Lagu Karo Teman Metua by Narta Siregar Berikut ulasan tentang Suku Karo yang terdiri dari lima marga, ada yang dilarang untuk menikah. 1. Marga Ginting Marga ginting termasuk dalam unit eksogami yang memiliki larangan dari adat istiadat untuk menikah antara anggota sesama marga nya. Eksogami yamng dimaksud adalah sebuah sistem perkawinanyang terjadi di luar kelompok suku tertentu, hal ini wajib di patuhi untuk seluruh marga ginting dalam menghormati tradisi adat batak yang telah di wariskan dari turun temurun. Terdapat beberapa sub marga seperti Ajartambun, babo, Beras, Cabap, Gurupatih, Garamata, Jandibata, Jawak, Manik, Munte, Pase, Seragih, Suka, Sugihen, Sinusinga, Tumangger. 2. Marga Karo Selain marga ginting, marga karo juga dilarang untuk menikah sesama anggota marga nya yang termasuk dalam unit eksogami ini. Apabila Tribuners melanggarnya , memiliki konsekuensi hukum adat yang sangat berat seperti perilaku pelanggatan yang sama tidak boleh diulangi lagi dengan generasi yang lain. Terdapat beberapa sub marga seperti Barus, Bukit, Gurusinga, Kaban, Kacaribu, Ketaren, Kemit, Jung, Purba, Sinulingga, Sinukaban, Sinubulan, Sinuraya, Sitepu, Sinuhaji, Surbakti, Samura, Sekali. 3. Marga Tarigan Dan marga tarigan juga termasuk dalam unit eksogami yang memiliki larangan untuk menikah dengan anggota sesama marga. Terdapat beberapa sub marga seperti Bondong, Gana-gana, Gersang, Gerneng, Jampang, Purba, Pekan, Sibero, Tua, Tegur, Tambak, Tambun, Silangit, Tendang. 4. Marga Perangin-angin Namun berbeda dengan marga perangin-angin yang dapat melakukan pernikahan sesama marga, karena antara sub marga tertentu dalam marga yang sama. Terdapat beberapa sub marga seperti Bangun, Keliat, Kacinambun, Namohaji, Nano, Menjerang, Uwir, Pinem, pancawan, Panggarun, Ulun Jandi, laksa, Perbesi, Sukatendel, Singarimbun, Sinurat, Sebayang dan Tanjung. Baca juga Chord Gitar dan Lirik Lagu Karo Sayang Kel Aku Karya Ersada Sembiring 5. Marga Sembiring Marga perangin-angin sama seperti marga sembiring, diperbolehkan untuk melakukan pernikahan sesama marga, karena antara cabang marga tertentu dalam marga yang sama. Terdapat beberapa sub marga seperti Berahmana, Busuk, Depari, Colia, Keloko, Kembaren, Muham, Meliala, Maha, Bunuaji, Gurukinayan, Pandia, Keling, Pelawi, Pandebayang, Sinukapur, Sinulaki, Sinupayung, dan Tekang. cr16/
Jikaibu yang melahirkan ibu kita ber marga A, perempuan bermarga A baik keluarga dekat atau tidak, tidak diperbolehkan saling menikah. 5.Marboru Namboru/Nioli Anak Ni Tulang Larangan berikutnya adalah jika laki-laki menikahi boru (anak perempuan) dari Namboru kandung dan sebaliknya, jika seorang perempuan tidak bisa menikahi anak laki-laki Foto bertahun 1894, sebuah keluarga besar Batak Toba Orang Batak mempercayai mereka berasal dari Si Raja Batak di Pusuk Buhit, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Si Raja Batak mempunyai dua anak, Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Versi lainnya menyebut sesungguhnya Si Raja Batak punya tiga anak, satu lagi yang paling bungsu bernama Toga Laut. Namun Toga Laut disebut mengembara ke arah utara menuju Aceh dan tidak pernah kembali di masa Sorimangaraja berinisiatif mendamaikan masalah perkawinan sumbang ini dan mengambil beberapa keputusan yang menjadi prinsip-prinsip adat dalam kebudayaan Batak yang diwarisi sampai sekarangMengutip buku "Tarombo Marga ni Suku Batak" karangan W. Hutagalung 1991, dari istrinya bernama Si Boru Baso Burning, Guru Tatea Bulan mempunyai sembilan orang anak, lima laki-laki dan empat perempuan. Lima laki-laki yakni Raja Biak-biak, Tuan Sariburaja, Limbong Mulana, Sagalaraja, dan Malauraja. Empat perempuan yakni Si Boru Pareme, Si Boru Anting Sabungan, Boru Biding Laut, dan Boru Raja Isumbaon mempunyai tiga orang anak yaitu Tuan Sorimangaraja, Raja Asi-asi dan Sangkarsomaling. Dari keturunan Raja Tatea Bulan terjadi perkawinan incest atau perkawinan sedarah antara Tuan Sariburaja dengan adik kandungnya Si Boru Pareme. Dalam cerita yang berkembang, Tuan Sariburaja dan Si Boru Pareme sebenarnya lahir marporhas lahir kembar dengan jenis kelamin yang berbeda. Foto bertahun 1910-1930, perkampungan Batak TobaSi Boru Pareme hamil dan itu membuat murka saudara-saudaranya yang lain. Hal itu yang akhirnya menyebabkan perpecahan antara Sariburaja dengan adik-adiknya. Sariburaja memilih untuk melarikan diri ke hutan meninggalkan si Boru Pareme yang sedang hamil. Si Boru Pareme pun juga dibuang ke hutan. Di sana dia melahirkan putra yang sedang dikandungnya dan diberi nama Lontung atau dikenal kemudian Si Raja Juga Kisah Babiat Sitelpang, Legenda Harimau yang Menjadi Ompung Bagi Orang BatakDalam pengembaraan, Sariburaja kemudian menikah dengan Nai Mangiring Laut. Dari istri barunya ini lahirlah seorang anak yang bernama Borbor yang kemudian dikenal Si Raja Si Raja Lontung kemudian mengawini ibunya sendiri, Si Boru Pareme. Mengutip dari buku “Kamus Budaya Batak Toba” karangan Marbun dan Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1987, Si Raja Lontung mempunyai tujuh putra dan dua putri. Ketujuh putra itu yakni Sinaga Raja, Tuan Situmorang, Pandiangan, Toga Nainggolan, Simatupang, Aritonang, dan Siregar. Dua putri yakni Si Boru Anakpandan yang menikah dengan marga Sihombing dan Si Boru Panggabean yang menikah dengan semua putra dan putri dari Si Raja Lontung berjumlah sembilan orang, maka mereka sering dijuluki dengan nama Lontung Si Sia Marina, Pasia Boruna Sihombing mengutip buku W. Hutagalung, kemudian terjadi friksi antara keturunan Si Raja Lontung dan Si Raja Borbor. Perselisihan tersebut berlanjut kepada keturunan masing-masing, dimana keturunan Raja Borbor kemudian beraliansi dengan keturunan Limbong Mulana, Sagalaraja dan Malauraja kontra keturunan Si Raja ini kemudian terus berlanjut dimana keturunan Si Raja Borbor tidak mau memanggil "abang" kepada keturunan Raja Lontung. Aliansi keturunan Raja Borbor malah menggunakan panggilan "amangboru" bukan "abang".Baca Juga Sibiangsa, Ritual dan Senjata Mengerikan dari Tanah BatakDengan terjadinya perkawinan incest atau kawin sedarah ini, maka dirasa sulit untuk menentukan posisi adat seperti "hula-hula", "dongan sabutuha" dan "boru".Lalu muncullah Tuan Sorimangaraja, putra dari Raja Isumbaon yang berinisiatif mendamaikan masalah perkawinan sumbang ini dengan mengambil beberapa keputusan yang pada akhirnya menjadi prinsip-prinsip adat dalam kebudayaan Batak yang diwarisi sampai Tuan Sorimangaraja adalah 1. Bahwa sesuatu masalah dapat dipecahkan dalam musyawarah untuk mendapat kesepakatan antara keturunan Si Raja Lontung, Borbor Bersatu, dan Tuan Bahwa perkawinan sesama saudara adalah tabu. Tidak diperkenankan terjadi dalam keturunan Si Raja Bahwa segala "horja" dan bentuk peradatan, baru dapat berlaku apabila telah mendapat dukungan dari Raja Lontung, Borbor Bersatu dan Tuan Sorimangaraja. Ibarat tungku yang sama besar kokoh menampung periuk di atasnya. Foto bertahun 1894, anak-anak di depan rumahKeputusan ini dilengkapi dengan peraturan-peraturan yang diabadikan dalam bentuk janji. Kemudian janji tersebut menjadi sumber hukum adat Batak yang disebut dengan Dalihan Na Tolu atau Tungku Nan Juga Foto-foto Nenek Moyang Orang BatakPada perkembangannya sampai saat ini, keturunan Tuan Sorimangaraja-lah yang paling ketat menjalankan aturan bahwa perkawinan sesama saudara adalah tabu. Tuan Sorimangaraja mempunyai tiga istri yakni1. Si Boru Anting Malela alias Si Boru Anting Sabungan atau Nai Si Boru Biding laut atau Nai Si Boru Sanggul Haomasan alias Nai pertama Nai Ambaton melahirkan putra pertama bernama Tuan Sorba Dijulu alias Ompu Raja Nabolon. Ompu Raja Nabolon kemudian digelari Nai Ambaton, menurut nama ibunya. Sampai sekarang semua keturunannya dinyatakan sebagai keturunan Nai Ambaton atau Parna Parsadaan nai Ambaton.Ompu Raja Nabolon mempunyai empat orang anak yakni Simbolon Tua, Tamba Tua, Saragi Tua, dan Munte Tua. Versi lain menyebut anak Ompu Raja Nabolon ada 5 dengan tambahan Nahampun keturunan Nai Ambaton sudah terdiri dari berpuluh-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut generasi, mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang dibuat Tuan Sorimangaraja yang melarang perkawinan antar sesama saudara. []Ada5 Perkawinan Yang Dilarang Adat Batak Toba 21 5 Larangan dalam Perkawinan Adat Batak Toba, yaitu : 1) Namarpandan. Namarpadan/ padan atau ikrar janji yang sudah ditetapkan . oleh marga-marga tertentu, dimana antara laki-laki dan perempuan tidak bisa saling menikah yang padan marga. Misalnya marga-marga berikut ini:Medan - Setiap perkawinan tentu memiliki aturan. Ada hal-hal yang harus dipenuhi dan dilarang dalam perkawinan, tergantung nilai dan norma yang dianut dalam kelompok masyarakat budaya Batak, khususnya Batak Toba, ada sejumlah larangan atau hal yang dilarang dalam perkawinan. Ini menyangkut nilai adat budaya, terutama nilai-nilai yang dipegang teguh oleh masyarakat Batak. Ada beberapa perkawinan yang memang dilarang keras terjadi di masyarakat itu bersifat turun-temurun. Pun demikian, sampai saat ini masih ditemukan beberapa orang yang melanggar aturan dalam perkawinan Batak itu. Apa saja larangan dalam pernikahan adat Batak? Berikut detikSumut merangkum lima perkawinan yang dilarang dalam adat NamarpadanNamarpadan atau biasa disebut juga sebagai padan. Padan merupakan suatu ikrar janji yang sudah ditetapkan oleh marga-marga tertentu. Dari ikrar itu, lelaki dan perempuan tiap marga yang memiliki padan tidak bisa melakukan Batak, banyak marga-marga yang melakukan ikrar atau padan tersebut. Seperti marga Hutabarat dan Silaban Sitio, Manullang dan Panjaitan, Sinambela dan Panjaitan, Sibuea dan Panjaitan, Pariban Na So Boi OlionBiasanya, pariban sering disimbolkan sebagai calon paling nyata dalam masyarakat Batak. Namun nyatanya, ada pariban yang tak bisa yang dimaksud dalam masyarakat Batak adalah Pariban Na So Boi Olion. Dalam Pariban Na So Boi Olion terdapat dua jenis, pertama pariban kandung, yang hanya bisa menikah dengan satu pariban terdapat 2 laki-laki bersaudara kandung dan 2 lelaki tersebut 5 pariban kandung, maka yang dapat dinikahi hanya salah satu dari pariban kedua adalah pariban kandung yang berasal dari marga anak perempuan marga ibu. Dalam hal ini, orang Batak dilarang menikahi perempuan dari marga NamaritoMasyarakat Batak sangat memiliki harga diri dalam menjaga martabat semarganya, salah satunya kepada ito. Ito dalam masyarakat Batak adalah bersaudara laki-laki dan perempuan khususnya oleh marga yang dinyatakan ito merupakan larangan dalam masyarakat Batak. Hal ini berlaku juga kepada parsadaan parna kumpulan parna yang memiliki 66 Marboru Namboru/ Nioli Anak Ni TulangDalam masyarakat Batak, larangan perkawinan lainnya adalah Marboru Namboru/ Nioli Anak Ni Tulang. Maksudnya, larangan ini berupa laki-laki menikahi anak perempuan dari namboru kandung dan Dua Punggu SaparihotanLarangan selanjutnya adalah Dua Punggu Saparihotan. Larangan ini berarti larangan yang tak diperkenankan menikahi antara saudara abang atau adik laki-laki marga A dengan kakak atau adik perempuan istri dari marga berita menarik lainnya di Google News. Simak Video "Oknum TNI AL Jadi Tersangka Penyelundupan PMI Ilegal di Bintan" [GambasVideo 20detik] dpw/dpwSejakKapan orang Batak tidak boleh menikah dengan sesama satu marga atau saudara? Baca sejarahnya di sini. Orang Batak mempercayai mereka berasal dari Si Raja Batak di Pusuk Buhit, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Si Raja Batak mempunyai dua anak, Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Versi lainnya menyebut sesungguhnya Si Raja Batak punya Horasdihita saluhutna, au fransiscus falm sinaga dari Pakkat, keturunan dari Op. Marhoda Gaja Paltiraja, no 17, Sinaga Bonor Pande.. Kami masih menelusuri dari Paltiraja ke berapa kami, dan di kami terdapat pusaka peninggalan Op. Marhoda Gaja Paltiraja berupa Usus Gajah yg dikering yg dimana itu masih 1/3 bagian dan sisanya dibawa mengembara Sudahtidak boleh menikah dengan satu marga, maka Lebih baik menikah dengan satu marga apabila Menikah dengan Satu Padan. Mengapa demikian? Memang itulah nasihat dan juga tkdir yang telah di buat nenek moyang Orang batak. semua nasihat (PODA) yang telah di wariskan kepada generasinya harus benar-benar di patuhi.Ketujuhputra yang disebut tadi yaitu Sinaga Raja, Tuan Situmorang, Pandiangan, Toga Nainggolan, Simatupang, Aritonang, dan Siregar. Dua putri yakni Si Boru Anakpandan yang menikah dengan marga Sihombing dan Si Boru Panggabean yang menikah dengan Simamora.SuBCXX9.